Friday, February 27, 2009

Power of 100 Beautiful Voices in Elections

Dua undangan untuk acara yang sama masuk ke inbox email gue dua hari ini. Dua-duanya dari temen kantor, Agung katro and Mbak Martha. Sebuah ajakan untuk mengikuti aksi damai di Bunderan Senayan tentang keterwakilan perempuan dalam pemilu yang sebentar lagi akan diselenggarakan oleh pemerintah melalui salah satu institusinya yang bernama KPU. Sejujurnya gue gak pernah ikut-ikutan yang kayak beginian. Ini akan menjadi pengalaman pertama gue turun ke jalan mengikuti sebuah aksi damai (kalo jadi berangkat ini juga). Begini isi email dari Mbak Martha:

Power of 100 Beautiful Voices in Elections -

Dukungan terhadap keterwakilan perempuan dalam Pemilu kali ini sangatlah penting dilakukan oleh masyarakat, mengingat bahwa walaupun dari hasil Pemilu 2004 hanya 11, 6% saja keterwakilan perempuan di DPR RI, terbukti banyak perubahan yang berhasil diwujudkan lewat Undang-Undang yang berpihak kepada rakyat, yaitu UU Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Anti Perdagangan Manusia, UU Kewarganegaraan dan Advokasi Kebijakan Anggaran yang Pro Kesejahteraan Rakyat. Dan tahun ini tuntutan berbagai kelompok perempuan untuk mendorong keterwakilan perempuan di parlemen lewat kuota 30 % juga semakin menggencar.

Mengamati perkembangan tersebut dan menjelang International Women’s Day yang jatuh pada tanggal 8 Maret serta Pemilu 2009 yang sudah semakin dekat, maka 90.4 Cosmopolitan FM bersama Kemitraan akan menyelenggarakan event Off Air berjudul Power of 100 Beautiful Voices in Elections” pada hari Jumat, 27 Februari 2009 pukul 16.00–18.00 WIB di Bunderan Senayan, sebagai wujud kepedulian untuk meningkatkan kesadaran penguatan dukungan partisipasi dan keterwakilan perempuan pada pemilu 2009 ini.

 Di event ini, 90.4 Cosmopolitan FM dan Kemitraan mengajak 100 partisipan perempuan modern untuk mengenakan kaos berwarna pink (warna yang mempunyai arti cinta kasih, harapan, persahabatan, kebaikan, keberanian dan kesetiaan - red) dan bersama-sama turun langsung ke jalan untuk menyebarkan pesan damai melalui pembagian flyers dan pin ke mobil-mobil yang lewat.

100 Partisipan perempuan ini terdiri dari berbagai kalangan, seperti para penyiar 90.4 Cosmopolitan FM (Sita Nursanti, Ary Kirana, Moza Pramita),  Cosmoners (sebutan untuk pendengar radio Cosmopolitan FM - red), caleg-caleg perempuan tanpa menggunakan atribut partai manapun, selebriti (Putri Suhendro, Happy Salma, Julia Perez, Lula Kamal, Ayu Diah Pasha, Ussy Sulistyowati, Ully Artha, dan masih banyak lagi), dan beberapa rekan dari LSM Kemitraan dan LSM lainnya. Acara ini akan ditutup dengan pelepasan 500 balon berwarna pink.

Acara ini juga akan disiarkan langsung di 90.4 Cosmopolitan FM yang program On Air-nya tahun ini bertema Everyday Treatment for Modern Women dimana Cosmopolitan FM akan memberikan berbagai tips, informasi, dan hiburan yang dikhususkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan personal para perempuan modern.

"Power of 100 Beautiful Voices in Elections" dipersembahkan oleh 90.4 Cosmopolitan FM dan kemitraan dan didukung sepenuhnya oleh Pizza Marzano, Majalah Cosmopolitan, Majalah Good Housekeeping dan Majalah Mother& Baby.

PS: Peserta aksi berkumpul pukul 15.00 di Pizza Marzano Senayan City

Menarik bukan temanya?  

Wednesday, February 25, 2009

BERUANG KUTUB

Hm..hmm... ruanganku ini tidaklah terlalu besar. Kurang lebih hanya 3,5 M X 3 M. Itupun harus berbagi dengan dua orang rekan kerja yang lainnya, yaitu mbak Hera dan mbak Endang. Jadi di dalam ruangan ini terdapat tiga lemari yang isinya penuh dengan buku-buku, tiga meja, dan empat kursi. Selain itu di deket pintu juga bertumpuk buku-buku yang baru dicetak dan belum sempat didistribusikan. Dan satu buah AC LG 1 PK digantung di salah satu dinding. Tepatnya di belakang mejaku.

Hm..hm..pagi ini aku dateng telat lima menit dari jadwal masuk kantor yang seharusnya. Masuk ke dalam ruangan ternyata sedang berkumpul tiga ibu-ibu yaitu mbak Hera, mbak Endang dan mbak Dwi. Entah mereka sedang berdiskusi tentang apa. Namun yang jelas ketika aku membuka pintu mbak Endang dan mbak Hera nyeletuk

"Akhirnya dateng juga beruang kutub"

Aku yang gak ngerti maksudnya apa cuek bebek aja jalan ke meja kerjaku. tarok tas, langsung duduk di kursiku sambil nyeletuk juga

"Duuuh panas. kalian pada gak panas apa?"

Aku pun menyambar remote AC yang pas banget terletak di belakangku. dan AC pun langsung menyala.

"Tuh kan Dwi, apa kata gue. Ini anak badannya aja yang kecil tapi kelakuan kayak beruang kutub. Kita udah kedinginan, dia  mengeluh kepanasan. Selalu begitu."

"Emang pada kagak panas apa? Wong jelas-jelas ACnya belom diidupin" aku gak mau kalah.

"Iya Vid, panas kok" ujar mbak Dwi.

"Sekarang seh emang panas. tapi badan loe yang kecil itu, kita udah pada kedinginan tetep aja loe bilang gak dingin. Selalu begitu. Lemak juga kagak ada di badan loe, Vid. Kurus begitu. Udah kayak beruang kutub aja. dingin itu ya di Antartika sana"

"Bener tuh. Gue aja yang punya badan segede ini mengeluh dingin. Si vidy dengan nyantainya bilang kagak dingin" ujar mbak Hera tidak mau kalah dengan mbak Endang.

Mbak Dwi tergelak. Gue pun ikut tergelak mendengar mbak Hera dan mbak  Endang ngoceh. nama baru pun diberikan kepada aku oleh dua orang ibu-ibu ceriwis ini, vidy si beruang kutub. Gak okeh banget yak heheheh. Jadi inget waktu kuliah aku dipanggil luntur sama anak-anak sekelas. Sampe sekarang pun masih ada yang memanggil seperti itu. Fuih....

 

Saturday, February 21, 2009

MENIKAH=KOMITMEN?

Menikah, satu kata ini begitu akrab di telinga gue akhir-akhir ini. Entah itu keluarga besar gue yang cerewet nanyain mulu kapan nikah, entah itu kabar dan undangan dari temen-temen dan sahabat-sahabat gue yang menikah satu persatu, entah itu dari orang-orang sekitar gue…Get merried? Hm..hm..of course I also think about it.

 

Tapi sebelum melangkah lebih jauh, beragam cerita tentang lika-liku pernikahan tiga tahun belakangan ini juga akrab di telinga gue secara makan siang selalu dengan ibu-ibu yang umurnya 30 tahun keatas dan mereka semua sudah merasakan bagaimana naik turunnya sebuah pernikahan, bagaimana manis pahitnya sebuah perkawinan. Dan seperti biasa gue hanya menjadi pendengar setia. Gak ada ruginya juga ngedengerin, setidaknya semua cerita-cerita tersebut bisa menjadi pelajaran buat gue ke depannya dalam menapaki kehidupan he.he..he..

 

Suatu hari ketika ngobrol di sela-sela makan siang, mbak Inda dan bu Ate pernah bercerita bagaimana mereka hampir setiap hari bertengkar dengan suami mereka hanya karena masalah handuk. Setelah mandi handuk diletakkan sembarangan. Kadang di atas kasur, kadang di kursi. Padahal udah ada gantungan tempat tarok handuk. Di siang yang lain ada juga cerita tentang baju kotor yang diletakkan sembarangan padahal sudah ada tempat baju kotor. Kata ibu-ibu yang setia makan siang bersamaku ini seperti itulah gambaran umum lima tahun pertama sebuah pernikahan. Hal-hal sepele menjadi pemicu pertengkaran yang tidak berujung. Perang pendapat dan perang ego diri masing-masing menjadi bumbu pernikahan yang harus dialami hampir setiap hari. 

 

Kemarin (20/2/09), Nana, sobat gue, kirim via email sebuah artikel yang tidak ketauan siapa penulisnya. Kembali bercerita tentang lika-liku sebuah pernikahan. Lengkap dengan contoh-contoh masalah pada saat pacaran, kehidupan lima tahun pertama pernikahan, lima tahun kedua pernikahan, lima tahun ketiga pernikahan, hingga lima tahun keempat pernikahan.

 

Untuk lima tahun pertama sang penulis tersebut menggambarkan suatu permasalahan yang tidak jauh beda dengan cerita-cerita ibu kantor gue yaitu tentang penggunaan odol. Dipencet dari tengah, bukannya dari bawah. Udah gitu odolnya gak ditutup lagi.

 

Lima tahun kedua permasalahan beralih kepada urusan anak. Bagaimana visi dan misi dalam membesarkan anak, masalah pendidikannya dan lain-lain. Lima tahun ketiga mulai dengan urusan karir dan rumah tangga. Di tahun keempat urusan kembali kepada anak, tentang masa depan sang anak.

 

Menurut sang penulis yang gak ketauan ini alasan sebuah perkawinan bisa bertahan adalah KOMITMEN antara suami istri tersebut dalam menjalani bahtera kehidupan rumah tangga.

 

Entah kenapa gue tergoda untuk memforward artikel ini kepada tiga ibu-ibu di kantor yang sudah menikah tentunya. Dua balasan email pun gue dapatkan.

 

Komentar mbak Inda sangat singkat tentang artikel ini:

“haha Vid..tulisan dibawah emang punya modus samalah..namanya sama-sama manusia yang punya pikiran sendiri-sendiri..As I have told you..ya begitulah..he..he..”

 

Beda lagi dengan komentar mbak Tatak yang agak-agak serius mengomentari artikel gak ada judul ini.

………….

Bagiku Vid ya.Mantan pacarku itu justru lebih wonderful ketika sudah menjadi suami. Aku jadi tahu banyak hal positifnya yang belum ku tahu ketika pacaran. Misalnya ……………….suamiku juga mau aja masak ketika aku lagi malas. Kalau aku lagi training atau pergi berhari-hari, suamiku itu yang menunggu dan merawat anakku. Dan yang jelas, sangat menyenangkan mendapati orang yang selalu menyediakan telinga ketika kita ingin mengeluh.

…………

Bertengkar karena perbedaan pendapat pastilah ada. Tapi kupikir, kami mempertahankan perkawinan karena kami saling membutuhkan. Bukan semata-mata karena kami terpaksa mempertahankan komitmen.”

 

Jadi berdasarkan cerita diatas bisa disimpulkan bahwa ada dua alasan kenapa perkawinan bisa dipertahankan yaitu masih dihargai dan ditaatinya komitmen yang sudah dibuat. Kedua, adanya rasa saling membutuhkan antar pasangan yang membuat pasangan enggan untuk berpisah. Rasa saling membutuhkan bisa tumbuh karena adanya saling melengkapi antar pasangan dan saling menghargai antara satu dengan yang lainnya.  

 

Dan kemudian gue pun menjadi speechless ketika di email mbak Tatak nyuruh gue untuk mempraktekkan. Hm..hmm..bagaimana cara mempraktekkan untuk mempertahankan sebuah pernikahan mbak, wong menikah aja belum. Apanya yang harus dipertahankan? Hihihihi..

 

Semoga cerita ini bisa menjadi bahan pembelajaran buat temen gue yang baru saja menikah di awal Februari ini dan juga yang akan menikah di awal Maret ini. 

Monday, February 16, 2009

Life is about an option, but be grateful is a must

Kemarin (14/2/09) salah satu adek bokap gue yang biasa gue sapa dengan sebutan tante Anne bertamu ke rumah orang tua gue. Dia sekalian nganterin anaknya yang lagi ikutan tes anak berbakat di sebuah tempat les yang didirikan oleh pak Ridwan-salah satu pengajar untuk olimpiade fisika tingkat internasional. Ngobrol ngalor ngidul hingga  sampai kepada topik tentang facebook.

 “Wah tante sejak ikutan facebook jadi banyak ketemu temen-temen lama, Vid” ujar tante Anne.

Gue pun tersenyum.

“Ya iyalah” ujar gue.

“Yang lucunya ada temen tante. Waktu sebelum lulus dia pindah. Sejak itu enggak pernah ketemu lagi. Kemaren ketemu lagi di facebook. Ternyata kita sama kuliah di itb tapi tante gak pernah ketemu sama dia di kampus,” ujar tante Anne dengan sangat antusias.

“Emang berada berapa tahun, kok bisa gak ketemu?” tanya gue.

“Cuma beda 2 tahunan.”

“Kalo Cuma beda dua tahun, seharusnya kemungkinan ketemunya gede dong” ujar gue

“Nah itu dia. Sekarang dia lagi selesei-in Phd-nya di Amerika”

“Keren dong” ujar gue.

“Iya, Wah temen-temen kuliah tante keren – keren kerjanya Vid. Ada yang di eropa, amerika. Syirik juga ngeliatnya”

Gue pun tertawa.

“Ya udah, tante coba cari kerja lagi aja. Kan dulu sebelum nikah juga pernah kerja. Berhenti kerja kan pas abis nikah toh?” tanya gue.

“Kalo seumur tante sekarang seh udah agak susah untuk memulai karir lagi. Telat” ujat tante Anne.

 “Lah dulu kenapa mau berhenti kerja pas hamil anak pertama?”

“Wah itu mikirnya lama juga, berhenti atau enggak. Tapi akhirnya milih berhenti. Butuh untuk menguatkan hati juga. Tante lebih milih untuk kepentingan keluarga Vid” ujar tante Anne.

“Nah sekarang nyesel dong?” cecer gue lagi.

“Enggaklah. Hidup itukan suatu pilihan. Kalo udah memilih, ya harus disyukuri apa yang sudah dipilih dan apa yang sudah didapat. Semua ada plus minusnya kok. Dan tante bersyukur dengan apa yang sudah tante dapatkan” ujar tante Anne lagi.

Hm..hm.. kok agak-agak dalem ya terdengar ditelinga gue. Benar sekali adanya bahwa dalam hidup banyak sekali pilihan-pilihan yang terkadang memaksa kita untuk memutuskan, yang terbaik tentunya.

Dan kembali gue teringat kata-kata bokap gue. Bokap gue pernah bilang bahwa dalam hidup jika sudah memilih maka jangan pernah menyesal dengan akibatnya. Jika ternyata hasil dari keputusan kamu tersebut tidak sesuai dengan apa yang kamu ingin, selalu ingat bahwa tidak semua yang dihati kamu itu harus terwujud sesuai dengan keinginan kamu. Allah akan selalu menunjukkan yang terbaik untuk kamu, namun dengan caraNYA yang terkadang tidak kamu pahami. Ingat bukan dengan caramu, tapi cara-NYA.

To be remembered: LIFE IS ABOUT AN OPTION BUT BE GRATEFUL IS A MUST

Sunday, February 15, 2009

Trip to Yogya - 4th part, TUGU

Perjalanan pun dilanjutkan, masih di hari yang sama (3/1/09). Selesai dari kawasan gedung BI, satu lagi yang dituju. Hm..hmm apalagi kalo bukan Tugu. Mobil pun dipacu lambat menuju Tugu yang terletak di perempatan jalan. Gue lupa apa aja nama jalannya, tapi yang pasti salah satunya adalah jalan Sudirman he..he..he..

Setibanya di sana, uwiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih penuh banget sama orang-orang yang juga pada moto. Sekeliling tugu penuh. Orang- orang sibuk untuk moto. Ada yang hanya bermodalkan kamera hape, ada yang camera digital, bahkan ada yang dengan kamera kerenan dikit (banyak) hiihi. Males banget deh.

Bingung harus kemana dulu untuk menunggu orang-orang sepi. Kalo balik ke hotel pasti males untuk keluar lagi. Secara kebayang kasurnya hotel santika yang empuk, bisa-bisa pengen tidur hihihi.

Inilah enaknya pergi sama orang yang ngerti seluk beluk Yogya. Kafe- kafe yang nyuksruk dan buka hingga dini hari pun bisa dilacak. Azwar orang Yogya hihihi, gue dan Heidy diajakin nongkrong ke Café Teratai di daerah Seturan. Tapi satu yang pasti untuk menuju café ini, satu tanda yang akan selalu gue inget yaitu Ambarukmo Plaza (Amplaz). Yup, Cuma ini yang gue bisa inget. Abis itu gue gak tau jalan, pokoknya sampe di café itu wakakakaka.

Café nya rumayan oke. Beberapa orang tampak masih asyik nongkrong di café yang terdiri atas saung-saung ini. Di kanan kiri café ini masih sawah-sawah hihihi. Ada yang ngobrol-ngobrol, ada juga yang maen kartu hihhiih. Gue bertiga adalah orang yang terakhir keluar dari café, sekitar pukul setengah tiga dini hari. Catet, dini hari hihhi. Sampe lampu yang menerangi plang café Teratai dimatikan. Pelayannya pun menunggu gue dulu untuk foto itu plang, baru kemudian lampu dimatikan. He..he..jadi gak enak hati.

Kembali ke Tugu. Orang – orang sudah sedikit yang moto-moto. Duduk lah gue di salah satu trotoar. Masih sedikit rame. Namun sudah tidak terlalu banyak yang mengerubungi tugu. Lebih banyak yang moto dari salah satu suduh di perempatan. Seperti gue, Heidy dan Azwar.  

Sebelum kembali ke hotel mampir dulu ke UGM. Heidy pun kembali moto-moto.

Dan fuih, akhirnya tepat pukul setengah empat pagi, gue dan Heidy dianter ke hotel Santika. Azwar pun pulang ke rumahnya he..he..

Gue dan Heidy pun janjian untuk tidak tidur. Takut kebablasan. Secara semaleman gak tidur. Pagi ini, (4/01/09), pesawat garuda Indonesia yang akan membawa gue pulang ke Jakarta. Sesuai jadwal, pesawat akan take off pukul 07:45. Itu artinya setengah delapan kurang kudu udah di airport. Hm..hm..secara udah city check in. Barang pun semua bawa di kabin. Jadi datang mepet pun gak apa-apa.

Tapi rupanya kantuk ini tidak mau berkompromi. Gue dan Heidy sempet terlelap. Rencana untuk moto gunung merapi dari atap hotel Santika gagal. Padahal pak Bambang, satpam yang dulu nemenin gue moto dari atas atep hotel ini udah bersedia untuk anterin. Pukul enam pagi gue ditelpon resepsionis. Terbangun dan kaget. Akhirnya batal deh acara moto merapi. Hiks…

Dan pukul tujuh kurang, Azwar udah di tiba di hotel buat jemput. Gue dan Heidy sarapan cepet-cepet. Setidaknya perut ini enggak kosong banget walaupun nanti di pesawat pasti kasih makanan kecil.

Perjalanan ke bandara ternyata lancar banget. Hanya butuh sekitar lima belas menit, Bandara Adi Sutjipto udah di depan mata.  Karena kecepetan, nongkrong dulu di Oh Lala Café. Pukul setengah delapan lebih gue dan Heidy boarding, Azwar pun pulang ke rumahnya. Dan pukul Sembilan kurang pesawat pun mendarat di bandara Soekarno-Hatta.  Welcome to Jakarta…Liburan pun berakhir…..

Sore harinya Heidy langsung ke Bandung karena ada meeting kantor pukul sembilan pagi ,esok harinya dan gue pun bersiap untuk ngantor besok…Liburan usai. Senangnya menutup dan mengawali tahun dengan sangat bagus yaitu liburan ha..ha..ha..ha..what a happy life….

 

Friday, February 13, 2009

Trip to Yogya - 3rd part, from Parangtritis to BI Building

Masih di hari yang sama (3/1/09), Mobil dipacu cepat menuruni Bebeng. Satu yang dikejar, yaitu matahari tenggelam di pantai Parangtritis. Heidy pengen moto pantai di sore hari. Sebenernya seh rada kurang tepat kalo mau liat sunset dari Parangtritis, secara ini adalah pantai selatan. Alasan lebih tepatnya seh gue dan Heidy belum pernah ke sana. wakakakakakka Namun sayang, sesampainya di sana, gelap sudah menyergap. Bintang-bintang pun tidak banyak bertaburan. Mendung menyelimuti langit Parangtritis. Hiks

Gue, Heidy dan Azwar pun berdiri sebentar di tepi laut. Mendengarkan suara deburan ombak besar menghempas bibir pantai. Beberapa orang di sekitar gue pun tampak duduk beralaskan tikar sederhana yang banyak disewakan oleh ibu-ibu di pantai ini.

Heidy pun mengoceh. Dia membayangkan jika saja datang sedikit lebih awal, mungkin akan sangat asyik sekali moto di sini. Ya mau gimana lagi, nasi sudah jadi bubur, something has been done can’t be undone. Laper pun menyerang. Perut rasanya udah kriuk kriuk minta diisi. Terakhir makan kan tadi siang di Timbul Roso-Cangkringan.  Gue, Heidy dan Azwar kembali ke deretan toko yang terdapat di dekat tempat parkir mobil. Dingin – dingin begini yang paling enak yaitu yang anget – anget. Apalagi kalo bukan Indomie rebus. Tiga mangkok indomie rebus pun dipesen. Duh rasanya yummy banget. Padahal yang namanya indomie rebus pake telor dan sayaur kan begitu-begitu doang rasanya. Atau karena laper kali ya. Hiihihihihi.

Pulang dari Pantai Parangtritis, bukan hotel Santika yang dituju, tapi suatu daerah yang namanya Pathuk. Hm..hm..lokasi ini mengingatkan gue akan Dago Pakar di Bandung (Bandung lagi..Bandung lagi hihihi).

Gue, Heidy dan Azwar pun nongkrong sebentar di salah satu café yang berderet di sepanjang kawasan ini. Seperti biasa, Heidy tidak lupa untuk foto-foto. Kegiatan ini adalah salah satu satu kegiatan wajib   everywhere and everytime. Ha…ha..ha…

Cabut dari Pathuk, Gedung BI Yogyakarta menjadi lokasi berikutnya yang akan di datangi. Gue bertiga jalan-jalan udah gak peduli waktu. Sesampainya di depan Gedung BI, orang rame banget nongkrong di sini. Serasa bukan malam hari. Kalo bukan karena gelap, mungkin gak akan sadar kalo hari sudah malam. Well, mau tau udah jam berapa? Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. hihihi…hmm..hmmm jalan-jalan ini kagak ada matinya.

Heidy pun sibuk moto – moto dari gedung BI, kantor pos, hingga benteng Vredeburg. Tripod yang dibeli satu hari sebelum berangkat ke Yogya pun dipergunakan. Akhirnya tripod ini ada gunanya juga dibawa. Udah capek nengteng-nengteng dari Jakarta. Begitu kata heidy.

Well, ada satu hal di depan gedung BI ini yang akan selalu gue inget. Satu hal yang membuat gue dan Heidy berdebat. Satu hal yang…..hm..hm..sudahlah lebih baik tidak diungkapkan. Cukup gue , Heidy dan Azwar aja yang tau tentang semua ini. Cukup gue bertiga aja yang mengingat semua ini di otak kami masing-masing, dengan versinya masing-masing hihihihi...

To be continued, next trip on the same day Trip to Yogya - 4th part, .....

Wednesday, February 11, 2009

SHOPPING, SHOPPING DAN SHOPPING LAGI

Gila, gila dan gila. Fuih, rasanya capek sekali. Bulan ini belanja terus. Bener-bener kagak ada matinya untuk yang satu ini. Hiks, kapan yach satu kegiatan ini bisa dikendalikan oleh logika gue. Setelah jam tangan, 2 potong baju, 2 anting, kembali mata ini liat yang lucu – lucu dan kembali menguras kocek gue. Whuaaaaaaaaaaaaaaaaa, nyokap gue tau bisa diomelin. Bukannya nabung, malah belanja mulu. Hiks.

Ini semua dimulai dari cerita Nina, temen kos gue, yang kemarin malem (09/02/09) belanja empat potong baju merk invio namun total pembayaran untuk semua baju itu kurang dari satu juta. Gue dan Via, temen kos juga, mendengar cerita itu jadi tergoda, bagaimana jika mencoba juga untuk liat-liat sapa tau ada yang lucu.     

Dan  tadi malem (10/02/09) kembali gue berbelanja. Dudududu, finally, once again SHOPPING. Paginya, Nina, Via dan gue udah email-emailan jadi atau gak ke Seibu Grand Indonesia. Sorenya, kembali Nina konfirmasi jadi atau gak. Dia dengan pedenya bilang lewat telpon.

“Gue seh terserah kalian berdua jadi atau gak. Gue kan cuma nemenin doang. Gak akan belanja lagi.”

 Otak gue pun langsung berpikir, hm..hmm well just wait and see, sekuat apa loe kagak belanja liat barang yang oke-oke. Gue tersenyum dalam hati.

Akhirnya gue ketemuan sama mereka berdua di depan Wisma BCA jalan jendral Sudirman,-mereka kantornya daerah situ sedangkan gue di daerah Brawijaya, kemudian langsung meluncur dengan taksi ke Grand Indonesia. Tanpa mau buang banyak waktu, kaki langsung melangkah ke Seibu, gerainya INVIO dan Atmosphere he..he..

Kenapa dua merk itu yang lebih diutamakan? He..he.. itu karena ada pesta diskon for the Banker dari tanggal 10 – 14 februari 2009. Hm..hm.. ID card ada gunanya juga ya buat berbelanja wakakakakak. Yup, dengan menunjukkan ID card bahwa anda adalah karyawan bank, maka khusus untuk kedua merk itu, diskon 50%. Hm..hmm bagaimana gak kalap coba buat belanja. Well berhubung gue bukanlah the banker, jadi titip Nina deh pas bayar. Hihihihi

Satu persatu, tangan-tangan ini dengan lincah mencari kemeja, blazer, rok, dan celana panjang yang lucu-lucu. Masuk fitting room lansgung deh semua dicoba he..he..maksimal baju yang dibawa ke dalam kamar ganti lima potong.

Seperti kata gue tadi, sekuat apa Nina akan bertahan dengan pendiriannya untuk tidak berbelanja. Akhirnya dia beli juga satu rok, setelah kemarin malam membeli blazer, dan kemeja. Wakakakakak Dasar cewek, susah kalo dah laper mata and liat barang  yang lucu-lucu. Begitu juga gue. Tadinya cuma pengen iseng doang, akhirnya beli juga.

Belanja di gerai INVIO dan Atmosphere pun selesai sudah. Tadi ketika masuk Seibu, sempet liat iklan kalo Seibu diskon up to 70%. Cukup tau dong, kaki ini tidak lelah kalo hanya untuk muter-muter, liat-liat-window shopping istilah kerennya.

 Dan kembalilah kami berputar-putar Grand Indonesia-West Wing.Hm..hm…banyak yang lucu tapi harganya hm..hm  jangan ditanya deh…Semua orang yang tau Grand Indonesia cukup tau how much money will you spend there only to buy the good.

Ketika liat gerainya Braun Buffel, hm..hmm mata gue dan Via tertuju pada satu dompet kulit yang lucu. Keren. Lucu seh, tapi harganya hm..hmm. Diskonnya cuma 15 persen pula. Tambah ogah aja gue buat beli. Secara harga normalnya 1,5 juta only for the wallet. Hiks..not for this time deh….Goodbye Braun Buffel.

Kembali muter-muter, satu persatu diliat. Apalagi yang ada tulisan begini : DISKON wakakakak Tetep aja kan he..he..

Sebelum pulang, Via minta dianter lagi ke salah satu gerai sepatu dan sendal. Dia pengen beli, mumpung lagi murah diskon 50%. Dan kembalilah ke sana, Via pun mencoba kembali sendal yang pengen dia beli. Dan gue entah kenapa juga ingin mencoba. And you know what, itu sandal yang gue coba pas banget di kaki. Rese..rese..gue pun jadi tergiur untuk beli. Berpikir..berpikir dan berpikir. Gue tungguin dulu Via bayar. Beli gak ya, beli gak ya. Hati dan logika kembali berperang. Duuuuuuuuh kapan seh bisa damai. Pasti begini terus.

Dan pertahanan gue pun hancur. Akhirnya beli juga. Gak bawa uang tunai bukan masalah besar, Kartu debit pun digesek. Fuih, belanja lagi deh. Hiks..hiks.. Ketika menuju lobby untuk cari taksi di East Wing, malah ketemu sama Bu Diani beserta anaknya. Bu Diani pun tersenyum.

“ Ngeborong, Vid?”

“Enggak kok, Bu”

 Whuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Tapi tentengan ditangan, cukup menjelaskan bahwa jawaban gue basa-basi banget.  Secara gue, Nina dan Via  bawa tentengan tasnya Seibu. Bu Diani tersenyum dan gue pun tersenyum. Malu deh aku.  

 Setelah ngobrol-ngobrol sebentar tentang kerjaan, akhirnya berpisah juga dengan bu Diani dan anaknya. Mata pun mencari-cari taksi yang kosong untuk mengantarkan pulang ke kosan. Shopping pun usai……

Sssssttttt......pagi ini (11/02/09), kembali email-email-an lagi. dan Via berniat untuk shopping lagi. Begini salah satu isi email Via:

mumpung masih muda...blm married, blm pny anak...so, IM SINGLE N VERY HAPPY...
hahahhahahaha...
 

Gilaaaaaaaaaaaaaaaaaa kagak ada matinya untuk yang satu ini

Tuesday, February 10, 2009

OBSESI SEORANG IBU

Hari ini (09/02/09), ketika hari sudah  menjelang sore, berceritalah dua ibu muda yang  seruangan sama gue, Mbak Hera dan Mbak Endang. Entah bagaimana mulanya mereka sampai kepada pembahasan tentang piano.

………………..

“Kemaren gue anter anak gue les piano. Gue sebel, gurunya gak sabaran banget. Trisha kan baru tiga tahun, Belum bisa baca. Mana ngerti diajarin teori, not balok gitu. Akhirnya gue ikutan ngajarin. Trisha cepet ngertinya ” ujar mbak Hera dengan muka berseri-seri.

Dia tampak senang anaknya berhasil belajar sesuatu tentang piano.

“Loe protes dong Mbak sama tempat lesnya kalo gurunya itu gak bener cara ngajarnya” ujar gue.

Akhirnya gue ikut nimbrung dengan percakapan ibu-ibu. Kalo bukan karena suami, pasti tentang anak. Kalo enggak kedua-duanya, biasanya tentang mertua he..he..Inilah kesimpulan gue bergaul dengan banyak ibu-ibu muda sejak mulai bekerja. Dan gue hanya bisa menjadi pendengar dengan sedikit komentar-komentar sotoi gue. Secara belom nikah, jadi belom ngerasain deh tuh bagaimana jatuh bangunnya sebuah pernikahan, bagaimana repotnya ngurusin anak dan suami he..he..Komentar – komentar yang gue lontarkan pun biasanya dimulai dengan ‘katanya seh’ he…he..he..Sok iyeh banget.

“Udah. Gue udah protes. Minta ganti guru yang bisa lebih sabar ngadepin anak gue” ujar Mbak Hera.

“Her, kasian anak loe umur segitu udah harus belajar kayak gitu” ujar Mbak Endang.

“Dia bisa kok, tapi memang guru yang ngajarin harus lebih sabar” ujar Mbak Hera.  

Diskusi pun berlanjut antara mbak Hera dan Mbak Endang. Masih tentang anak-anak mereka. Gue gak terlalu ngikutin karena fokus otak gue ke monitor. Entah topik apa yang dibahas setelah gue ikut nimbrung tadi. Gue kembali menyimak pembicaraan mereka ketika mbak Hera menyinggung tentang balet.

“Iya, Ndang nanti gue juga pengen masukin anak gue les balet and bla..bla…”

Mbak Hera terus berceloteh tentang keinginan dia untuk melakukan ini dan itu buat Trisha, anak semata wayangnya.

“Her, Umur segitu bagusnya lebih banyak main. Nanti umur lima tahun baru deh tuh loe bisa push dia untuk lakukan ini dan itu. Kalo umur tiga tahun masih terlalu kecil. Kasian. Baca aja belom ngerti” ujar Mbak Endang.

“Gitu ya?” tanya Mbak Hera.

“Curiga gue, yang suka piano bukan Trisha. Tapi emaknya. Ya Mbak?” tanya gue sekenanya.

“Iya. Bener ya, Her?” tanya Mbak Endang.

Mbak Hera tertawa kecil kemudian menjawab iya.

“Loe ada-ada aja Mbak. Obsesi diri loe jangan dipaksain ke anak loe. Kasian Trishanya” ujar gue.

Otak gue langsung berpikir, kok sedikit sotoi ya komentar gue. Sok tau banget seh gue hi..hi.hii

“Tapi kalo piano dia memang suka kok. Di rumah ada piano kecil gitu. Dia interested banget. Makanya gue masukin les piano” ujar Mbak Hera lagi.

Buat gue ini terdengar seperti pembelaan diri ibu-ibu terhadap apa yang mereka lakukan kepada anaknya. Hm..hmm gue pun jadi berpikir nanti klo gue punya anak begitu gak ya he..he..he..Mengkhayal oh mengkhayal. Nikah aja belom, udah mikir punya anak.

 Tapi gue memang pernah menonton TV (gue lupa di stasiun TV mana, tapi yang pasti waktu itu yg ngomong  seorang pakar tentang tumbuh kembang anak-anak) ,di salah satu tayangan program anak dimana topiknya orang tua jangan memaksakan obsesi pribadi kepada anak.

Di sinilah gue mengetahui bahwa obsesi pribadi orang tua, biasanya obsesi waktu  kecil yang enggak kesampean, tidak baik untuk dipaksakan kepada sang anak. Kasarnya, anak jangan dijadikan seperti kelinci percobaan.  Kalo kata pakar itu, cara yang lebih bagus adalah amati si anak tersebut, ke arah dan bidang apa si anak tertarik. Orang tua hanya sekedar mengarahkan saja. Tidak memaksakan kehendak, apalagi obsesi pribadi masa kecil mereka. Katanya lagi, itu tidak baik untuk tumbuh kembang si anak itu sendiri.

Hm..hm…Gue pun jadi bertanya-tanya. bener gak seh?

Monday, February 9, 2009

Trip to Yogya - 2nd part, Bebeng

Pagi ini (03/01/09) sudah kembali di Yogyakarta setelah kemaren seharian ke Dieng. Gue yang dasarnya susah banget untuk bangun siang, pagi – pagi udah bangun. Padahal tadi malem baru tidur sekitar pukul satu malam. Heidy masih tidur nyenyak. Dari pada bengong, gue pun mandi. Selesei mandi, heidy enggak juga bangun. Gue udah coba buat bangunin, tapi gak bangun-bangun juga. Gue pun pasrah. Bingung harus ngapain, gue ke lobby. Buka laptop, online di lobby hotel. Enggak lama gue duduk di lobby, Azwar dateng. Tidak lama setelah Azwar dateng, mas Robby dan mas Joko, marketing hotel, juga ke lobby. Azwar pun gue tinggal bentar buat ngobrol – ngobrol sama dua marketing yang sangat helpful ketika gue ada event di hotel ini. 

Ngobrol-ngobrol tentang bakpia yang pernah disaranin oleh mas robby ke gue sebagai oleh-oleh, kemudian gue pun pamit untuk coba ngedatengin tempat itu. Beranjak dari lobby, gue kembali kamar. Heidy masih juga belom bangun. Fuih, ini anak tidur mulu. Udah sepanjang jalan dari Dieng hingga Yogya dia tidur, sekarang tetep aja bangun telat. Gue kembali ke lobby. Gue dan Azwar pun cabut ke Bakpia Kurnia Sari di Gelagah Sari. Sial, bakpia Kurnia Sari  sold out. Padahal waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi. Hiks.

Azwar mengeluh laper. Akhirnya mampir dulu di sebuah warung soto di deket stasiun Tugu. Rame. Ada yang duduk di kursi, ada juga yang ngampar, makan soto dengan beralaskan tiker di bawah pohon beringin. Gue dan Azwar memlih untuk makan  di meja. Lebih praktis. Gak harus buka sandal segala. Sotonya enak he..he..Setelah makan, mobil kembali melaju ke daerah pathuk. Sentranya bakpia di Yogya. Seperti biasa, setiap ke Yogya gue selalu beli bakpia Srikandi kesukaan gue. Setelah itu kembali ke hotel.

Kembali ke hotel, akhirnya gue mendapatkan Heidy sudah bangun. He..he.. senangnya. Dan gue sama Heidy pun bersiap-siap untuk checkout dari hotel karena jatah kamar cuma satu malam he..he.. 

Pukul setengah sebelas siang keluar dari hotel, mobil melaju melewati jalan-jalan kota Yogya ke arah Malioboro. Tujuan pertama  hotel Inna Garuda guna city check in ke kantor garuda untuk kepulangan besok ke Jakarta. Di perjalanan gue iseng telpon mas Bambang. Dia pun tanya ke gue jadi nginep atau gak di Santika. Gue pun bertanya apakah kamarnya available. Mas Bambang bilang seh tersedia. Tapi berhubung mobil udah deket ke malioboro, jadi gue bilang aja ntar gue ke sana he..he..Mulai deh gue ngelunjak setelah apa yang diinginkan dapet he..he..he..

Setelah selesai city check in di Garuda, kaki pun langsung melangkah ke deretan toko-toko batik yang berjajar di jalan Malioboro. Baru sebentar liat-liat baju, mas Bambang telpon minta ketemu. Dengan dianter Azwar, gue pun menuju hotel Santika. Gue janji sama Heidy akan kembali secepatnya. Duh gara2  permintaan gue terwujud neh, makanya bela-belain buat temuin mas Bambang.

Sampe di lobi hotel gue pun minta ke resepsionis hotel untuk bertemu dengan mas Bambang. Sial, dia malah pergi sama GM-nya. Rese, sukses dia ngerjain gue. Udah bela-belain tinggalin Heidy di Malioboro. Gue langsung telpon deh tuh ke hapenya. Mas Bambang pun minta maaf karena dia gak enak sama GM-nya. Tapi mas Bambang juga bilang kalo gue udah bisa ambil kunci kamar di resepsionis. Cihuiiiiiiiii. Tidak lama berselang gue bertemu dengan beberapa orang banquet dan gue surprise banget mereka masih inget nama gue. Apa kabar Mbak Vidy. Begitu kata mereka he…he..Semoga mereka mengingat gue bukan karena gue cerewet kalo lagi event he..he..Malu aku.

Gue dan Azwar kembali ke Malioboro untuk ketemu Heidy. Setelah semua barang yang dicari Heidy ketemu, tidak terasa waktu sudah menunjukkan saatnya untuk makan siang. Hm..hmm mobil dipacu Azwar ke arah Kali Urang, lebih tepatnya jalan Cangkringan. Kata Azwar seh di sana ada tempat makan yang enak. Namanya rumah makan Timbul Roso. Wuih, tempatnya nyaman sekali, adem dan makanannya juga enak he..he..

Rencana awal setelah makan siang adalah menuju ke pantai Parangtritis. Gaya berpakaian gue dan Heidy pun sudah disesuaikan untuk suasana pantai karena memang sejak di hotel pun rencana awal adalah ke pantai. Tema perjalanan hari ini adalah pantai. Gue dan Heidy pake celana pendek sedengkul. Gue pake kaos biasa, Heidy pake baju kemeja santai longgar dengan motif bunga. Kemarin tema pegunungan, hari ini ke pantai. Gaya betul yak he..he..

Namun ketika ngobrol-ngobrol sambil makan, Azwar pun bilang kalo deket sini ada wisata melihat gunung merapi, namanya Bebeng. Gue pun inget perkataan mbak Nora sebelum berangkat ke Yogya. Mbak Nora juga menyarankan tempat itu untuk dikunjungi.  Jadi penasaran. Sebagus apa seh. Akhirnya, rencana sedikit berubah, sebelum ke pantai Parangtritis, terlebih dahulu ke Bebeng. Secara gue dah Heidy belum pernah ke sana.

Setelah selesai makan, mobil melaju ke daerah Bebeng. Gue pikir beneran deket, ternyata jauh ke atas. Udah nanjak, berliku pula. Fuih. Melewati Kali Kuning yang kemaren sering banget di sebut-sebut di tivi ketika merapi sedikit terbatuk-batuk.

Ternyata Bebeng tidaklah seindah yang dibayangkan. Masih berantakan sekali akibat dari muntahan lahar dan bebatuan Merapi beberapa waktu yang lalu. Masih ingatkah dengan peristiwa meninggalnya dua orang akibat berlindung di dalam bunker? Yup, lokasi tempat bunker naas inilah yang disebut dengan Bebeng. Bunker ini tidak terlalu luas. Sempit, pengap dan gelap. Dua pintu besar dan tebal tampak menjadi pelindung bunker ini. Namun tetap saja pintu ini tidak mampu untuk melindungi yang berada di dalamnya. Batu-batu besar beserta lumpur memenuhi bunker ini. Hm..hmm Gue gak bisa bayangin bagaimana orang-orang itu bertahan hingga ajal pun menjemput. Hiks! Ini dia bunker naas itu.

Ketika awal datang, gue dan Heidy pede-pede aja wara-wiri di daerah Bebeng. Semakin jalan ke atas, semakin terasa dingin. Di tambah dengan gue dan Heidy pake celana sedengkul. Saltum deh. Well, secara rencana mendadak berubah.

Yogya menghampar di depan mata. Gue jadi inget daerah Dago pakar Bandung. Sayang awan mendung menghalangi matahari untuk menyinari bumi.

Ada satu view di deket Bebeng ini yang mengingatkan gue akan Ngarai Sianok di Bukittinggi. Jika di dasar Ngarai Sianok adalah sungai, di Bebeng ini banyak sekali orang yang mengambil pasir. Dari atas, deretan truk-truk yang mengangkut pasir tersebut seperti mainan anak kecil yang bisa bergerak. Sayang sekali, kok alamnya di rusak.

Setelah dari Bebeng, gue, Heidy dan Azwar pun melanjutkan perjalanan ke tempat wisata lainnya di propinsi DIY ini.  To be continued, next trip on the same day Trip to Yogya - 3rd part.........

KEYAKINANKU

Aku pun tersenyum getir mengingat kata-katamu

Ketika kau merasa aku jauh darimu,

Ketika kau berpikir aku tidak lagi menyayangimu

Ketika kau meragukan keseriusanku

Ingatlah selalu kata-kataku saat ini.

Aku mencintaimu

Aku menyayangimu,

Aku menginginkanmu

Untuk menjadi bagian diriku selamanya

Berbunga hatiku karenamu

Terbangku melayang tinggi mendengar kata-katamu

Tapi tidakkah kau tau

Hatiku takut untuk kembali berbunga

Ragaku takut untuk kembali terbang tinggi

Entah kenapa, malam ini aku merasa

Engkau jauh dariku

Engkau tidak cinta padaku

Engkau tidak sayang padaku

Engkau tidak menginkanku lagi

Untuk menjadi bagian dari dirimu

Dan engkau sibuk dengan hari-harimu sendiri

Dan kini aku bertanya:

Haruskah ku kembali mengingat hari itu?

Ketika engkau menyatakan hatimu

Bukan ku tak mau, bukan ku tak ingin

Tapi aku takut

Takut hatiku akan kembali berbunga

Takut ragaku kembali melayang tinggi

Karena ku tau semua itu semu

Aaaaaah

Aku pun kembali menjadi ragu

Ragu akan diriku, ragu akan dirimu

Ragu apakah ini cinta, apakah itu cinta

Dan kembali ketidakyakinan itu datang

Menghampiriku, mengusikku

Meyapaku dengan lembut

Merasuki jiwaku dengan perlahan

Bagaimana ini?

Haruskah ku kembali berpegang

Hanya pada kata-katamu di hari itu?

Padahal hatiku pun tak yakin dengan itu

Atau haruskah aku kembali bertanya padamu

Tentang cintamu padaku?

 

Created by: Vidy in Jakarta on 8 February 2009

Inikah namanya cinta?

Dan kembali ku pertanyakan cinta

Bukan dari dirimu, tapi dari diriku

Inikah namanya cinta?

Ketika hidupku terpaku padamu

Ketika pikiranku hanya untukmu

Ketika hari-hariku hanya untukmu

Ketika hatiku gelisah saat kau hilang dariku

Ketika aku menginginkan,

semua perhatianmu untukku

Semua hari-harimu untukku

Tak ada yang lain selain aku

Ketika aku cemburu

Bukan padamu, tapi kesibukanmu

Yang membuatku harus menunggu

Dirimu kembali padaku

Cinta, begitu sulit aku untuk mengerti dirimu

Created by: Vidy in Jakarta on 8 February 2009

Sunday, February 8, 2009

AKHIRNYA MENIKAH JUGA

Dua hari yang lalu [6/02/09] pukul 11.50 hape gue berbunyi. Ternyata sms dari Dwita, sahabatku [sempet-sempetnya dua hari mau nikah sms gue, Bu] yang bunyinya begini,

Vid, aku mau honeymun k yogya aja ni, abis mau k Bali/ Lombok lg musim ujan gini. Kalo nginep di Santika yang deluxe room ratenya brp si Dy? Lg penuh ga ya?

Begitu isi sms Dwita. Jujur, gue kaget. Surprise. Ini anak mau honeymoon kok malah inget gue buat cari tempat menginap. he..he..

Santika Jogja? hmm siapa lagi kalo bukan mas Bambang yang akan gue hubungi karena biasanya kalo ada event di Yogyakarta dan bertempat di Santika Jogja, dialah orang pertama yang gue hubungi.

Sekali lagi gue recokin mas Bambang dengan semua keinginan gue, minta kamar menghadap ke merapi, minta harga kamar diturunin dan lain-lain. Semoga mas Bambang gak kapok ya berurusan dengan gue he..he.. Setelah semua oke baik dari mas bambang dan juga Dwita, gue pun akhirnya reservasi lewat email satu buah kamar honeymoon untuk dwita di tipe kamar executive menghadap ke gunung Merapi. Padahal Dwita minta deluxe. Email pun di CC ke email Dwita dan Inu. Senangnya gue bisa ikut membantu dalam hari bersejarah kalian berdua. hi..hi..hi...

Dan hari ini [08/02/09], akhirnya mereka menikah juga. Setelah sekian lama mereka pacaran, sejak dari zaman kuliah saat gue masih satu kosan sama Dwita di CB 67 Bandung, akhirnya mereka menikah juga. Hm..hmm..salut banget. Berbagi mulai dari kuliah yang sama-sama masih minta duit sama orang tua, kemudian lulus kuliah dan meniti karir bareng-bareng, dan akhirnya sekarang memutuskan untuk menikah dan berbagi selamanya. Selamat ya temanku. Semoga pernikahan kalian diridhoi oleh-NYA, langgeng ampe kakek dan nenek, dan dikarunia anak yang sholeh dan sholehah [doakan aku menyusul ya , wakakakaka- tetep].

Gue dateng berdua dengan Heidy. Di tempat resepsi udah janjian sama Nunik dan mas Bayu-nya. [Nik, konfirmasi balik loe ke mas Bayu gak penting banget deh he..he..he..]Untungnya Nunik bisa dateng. kalo enggak cengok deh gue berdua sama Heidy di resepsi itu. Secara tamu-tamu yang diundang kebanyakan bapak-bapak dan ibu-ibu yang sepertinya seh temen-temen dari orang tua Dwita dan orang tua Inu he..he..

Senang dan sedih bercampur aduk menjadi satu. Di satu sisi, gue seneng banget karena akhirnya mereka menikah juga. Namun di sisi lain gue sedih, akan kehilangan salah satu temen jalan gue di Jakarta. Ya besok-besok pasti masih bisa maen bareng, tapi kan enggak mungkin bebas banget, wara wiri sana sini seperti dulu. Hiks..

Sekali lagi, selamat buat Dwita dan Inu.

Note: Ta, aku kangen ke Sushi Tei bareng kamu. Makan sushi kayak orang gak makan dua hari he..he..Pulang honeymoon dari Yogya kita ke Sushi Tei, yak! Terserah deh mau Plaza Indonesia atau Plaza Senayan he..he..he..I treat you or you treat me wakakakakakaka

Friday, February 6, 2009

PELAJARAN HIDUPKU SIANG INI

Bu Tati, begitu biasanya gue dan temen-temen kantor memanggilnya. Seorang ibu yang datang setiap menjelang siang ke kantor dengan tentengan plastik kresek di kedua tangannya. Plastik - plastik itu berisi nasi lengkap dengan sayur mayur dan lauknya yang sudah di tata di dalam stereo foam.

"Neng, Mbak, Mas, Pak, Bu pada mau beli makan siang ga? Hari ini Tati bawa......."

kalimat-kalimat senada seperti itu yang selalu meluncur dari mulut bu Tati setiap bertemu dengan gue ataupun temen kantor gue yang ditemuinya. Tiga tahun sudah gue bekerja di organisasi ini dan tiga tahun itu pula gue akrab dengan sapaan-sapaan bu Tati. Walaupun gue gak beli, dia tidak bosan untuk menyapa dan menawarkan dagangannya. Sebuah upaya yang patut diacungkan jempol bukan.

Kantor gue baru sebulan lebih pindah ke kantor yang baru di kawasan Jakarta Selatan. Dulu, di gedung yang lama, gue sangat jarang beli makan siang dari bu Tati karena pada dasarnya kurang suka dengan nasi kotak. Selain itu juga di gedung yang lama banyak sekali pilihan. Ke mana-mana deket. Sabang, Sarinah, EX, Plaza Indonesia dan lain-lain bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki. Namun sejak pindah ke gedung yang baru dimana nyari makan siang agak terbatas, terkadang sebelum jam makan siang gue pun jadi akrab dengan menu makan siang yang ditawarkan oleh Bu Tati. terkadang gado-gado, ikan tenggiri, bebek cabe ijo, ayam mentega dan lain-lain. Selain lauk-pauk juga ada sayur tentunya.

Siang ini (06/02/09), seperti biasa, Bu Tati kembali menyapa. Hm..hmm karena mau makan siang keluar dengan mbak Inda, maka siang ini gue absen dulu beli makan siang dari bu Tati. Akan tetapi Mbak Hera, temen kerja yang seruangan  dengan gue, beli makan siang dari bu Tati.

Bermula dari obrolan tentang tua dan pelupa antara mbak Hera dan bu Tati , gue pun iseng tanya sama bu Tati.

"Memangnya berapa umur bu Tati, kok bilang udah tua?"

"48, Neng"

"Wah semumuran sama mama saya dong"

"Neng udah kerja, anak Tati masih kuliah" ujar bu Tati

Gue kaget. Sungguh gak menyangka. Kuliah? Tidak terbayangkan oleh gue sebelumnya jawaban seperti itu yang keluar dari bu Tati. pertanyaan pun gue lanjutkan.

"Anaknya kuliah dimana bu?"

"Satu di Yogya, satu di Jakarta"

Gue pun makin penasaran.

"Di Yogya kuliah dimana?"

"Yang di yogya kuliah di UGM, kalo yang di Jakarta kuliah di Sahid"

"Waaah hebat bu Tati" gue dan mbak Hera spontan berseru setelah kalimat tersebut meluncur dari mulut bu Tati.

"Tapi ya Neng, kalo yang di Jakarta itu banyak makan duit. kalo yang di Yogya enggak. Di Yogya kan murah-murah. Tatinya jadi pusing. Kan cuma jualan gini aja" ujar bu Tati.

"Ya sabar Bu Tati, ntar kalo anaknya udah lulus , trus kerja kan bu Tati juga yang enak," gue spontan bicara seperti itu.

"Iya seh. Gimana kalo gak dapet kerja kantoran kayak Neng?"

"Ya makanya Bu Tati doain supaya anaknya sukses. Belom lulus, kok doanya jelek amat,"

"Ya bukannya doa, neng. Tati takut aja"

"Makanya Bu Tati berdoa supaya anaknya sukses"

"Iya Neng. Makasih banyak. Tati ke atas dulu ya,"

Begitulah akhir obrolan gue dan mbak Hera dengan Bu Tati.

Gue terharu banget denger kata-kata bu Tati. Dengan dagang nasi kotak untuk makan siang dari satu kantor ke kantor lainnya, bu Tati mampu untuk menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Begitulah mungkin orang tua ya, demi sayang dan cintanya kepada anak-anaknya yang notabene adalah anugrah sekaligus titipan dari yang maha kuasa, apapun akan dilakukan untuk anaknya. Apapun jenis pekerjaan selama itu halal, akan dilakoninya. Semua, untuk anaknya. Sebuah pengorbanan yang tidak akan pernah bisa dibalas oleh sang anak. semoga gue gak sok tau ya, secara belom ngerasain jadi orang tua. Tapi jujur dari hati yang paling dalem, gue salut dengan perjuangan bu Tati untuk anaknya.

Dan gue pun jadi inget bokap gue yang juga berwirausaha untuk menyekolahkan gue dan adek-adek gue. Walaupun dengan cara yang tidak sama dengan bu Tati. Namun intinya tetep aja berwirausaha. Hiks..hiks..Really miss you, Papa.

Buat bu Tati, semoga sukses selalu. Terima kasih untuk suatu pelajaran hidup di siang hari ini. Semoga nanti, jika gue udah punya anak, gue juga bisa menjadi wanita dan ibu yang tangguh bagi anak-anak gue.

Everything I do, I do it for you......

......

....

Jadi inget lagunya Bryan Adam he..he..