Hari ini (28/12/08), rencana kembali berubah – ubah. Perjalanan ke Bandung kali ini memang gak well planning banget deh. Dari kemaren itu tarik ulur apakah akan ke Ciwidey atau gak hari ini. Pagi ini akhirnya diputuskan untuk tetap ke Ciwidey setelah mobil dipastikan bisa didapatkan.
Sebenernya sedikit malu juga gue kalo harus mengungkapkan ini semua. Tapi demi eksistensi dunia tulis menulis gue, dan juga berbagi pengalaman dengan sesama, gak apa – apa deh malu dikit. Toh, lebih baik terlambat daripada enggak sama sekali. He.he.he..(mencari pembenaran banget deh) Hampir tiga tahun belakangan ini gue selalu bolak balik Bogor-Bandung atau Jakarta-Bandung. Sebelum itu, selama empat tahun gue tinggal di Bandung. Apalagi alasannya kalo bukan karena kuliah. But I’ve never been visited the South of Bandung. Yup, I’ve never been to Ciwidey (Kawah Putih and Situ Pantengan). Hiks banget deh. The place that was lately very popular due to the strawberry.
Perjalanan pun dimulai dari pukul sebelas. Laper. Sebelum masuk tol Pasteur, mampir dulu di rumah makan Simpang Raya. Setelah makan, isi bensin, kemudian perjalanan pun dilanjutkan. Sekali lagi gue jadi bahan becandaan Azwar dan Heidy. Hari gini belom pernah ke Ciwidey. Begitu kata mereka. Rese banget deh. Hiks…
Perkiraan awal perjalanan hanya akan menghabiskan waktu dua jam. And you know what, macet total. Udah jalan kecil (namanya juga ke gunung ya, mana ada jalan yang lebar kayak di tol), tapi mobil yang lewat adalah bus – bus pariwisata yang berbadan lebar. Akhrinya perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu dua jam, malah jadi lebih dari tiga jam. Menyebalkan banget.
Memasuki kawasan wisata Ciwidey, sebuah spanduk dipasang dengan bertuliskan selamat datang. Heidy pun nyeletuk welcome to the south, Vid. Azwar ketawa. gue pun pasang muka bête. Sesuai fakta yang ada, memang guelah satu – satunya yang belom pernah ke kawasan ini. Heidy n Azwar udah pernah waktu zaman kuliah katanya. Sebel deh aku. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Ungkapan ini sangat menenangkan jiwa gue saat itu. He..he..
Kembali kesialan menghampiri. Untuk memasuki gerbang Kawah Putih macet total. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga lebih. Akhirny diputuskan untuk mengunjungi Situ Patengan terlebih dahulu. Untuk sampai ke Situ Patengan, Terlebih dahulu harus melewati pemandian air panas Cimanggu. Selain itu, kebun Teh Ciwalini menghampar sepanjang perjalanan menuju Situ Patengan. Subhanallah, seperti permadani hidup. Seger banget mata liat yang hijau – hijau.
Akhirnya tiba juga di Situ Patengan. Keren banget. Airnya tenang. Pemandangannya indah. Selain perahu bebek, juga ada kapal – kapal kecil yang disewakan untuk pengunjung mengelilingi Situ. Di sisi lain Situ, kata bapak – bapak yang menyewakan kapal terdapat batu cinta. Sebenarnya untuk sampai ke batu cinta ini bisa menyusuri pinggiran situ, namun agak jauh karena harus memutari situ, menyusuri jalan antara kebun the Wallini dan tepi Situ Patengan. Di tengah – tengah Situ terdapat sebuah pulau kecil. Namanya pulau Kelinci. Sekali lagi kata bapak – bapak yang menyewakan kapal, Dulu pulau tersebut dihuni oleh kelinci, namun sekarang kelinci – kelinci tersebut pada mati, kemudian diganti dengan dua ekor kera.
Gue, Heidy dan Azwar pun coba naek perahu kecil mengelilingi situ. Sebenernya seh, gue rada takut naek kapal kecil itu, secara gue kagak bisa berenang hiks..kalo kenapa-kenapa mampuslah gue. Tapi Heidy meyakinkan gue, gak akan seperti itu he..he..
Tarif untuk naik perahu tersebut hanya Rp. 10.000 rupiah. Jikalau berhenti terlebih dahulu ditempat batu cinta, maka tarifnya naik menjadi Rp. 15.000 perorang.
Batu Cinta. Mendengar namanya saja membuat gue bertanya-tanya apa yang terjadi sehingga batu tersebut dinamakan batu cinta. And you know what, itu hanya batu besar biasa, tapi ditambahi dengan mitos masyarkata setempat. Begini bunyi mitos yang tertera di sebuah batu di depan batu cinta tersebut:
Batu Cinta
Di kaki gunung Patuha yang udaranya sejuk serta panorama alamnya yang indah, terbentang sebuah danau yang konon danau ini mengisahkan dua insan yang telah lama berpisah (Ki Santang dan Dewi Rengganis). Karena asmaranya yang begitu dalam, akhirnya mereka dipertemukan kembali di sebuah tempat yang sampai sekarang disebut “Batu Cinta”. Batu inilah yang menjadi saksi bisu dipertemukannya kembali cinta mereka
Mitos Masyarakat Patengan
Selesai dari Situ Patengan, perjalanan dilanjutkan ke Kawah Putih. Sekali lag halangan menghampiri. Karena sudah terlalu sore, mobil gak boleh naik ke atas, ke Kawah Putih. Gue lemes dengernya. Udah jauh-jauh, masak gue cuma liat Situ Patengan doang.
Namun banyak orang yang jalan ke arah gerbang masuk kawah Putih. Gue, Heidy dan Azwar inisiatif untuk tetep coba mencari tau kenapa orang-orang tetep jalan kea rah pintu gerbang padahal mobil udah gak boleh naik ke atas.
Ternyata yang tidak boleh naik ke atas adalah mobil pribadi. Mobil yang biasa disewakan di sana masih diperbolehkan untuk naik sampai ke atas Kawah Putih. Penyakitnya daerah wisata di Indonesia ternyata sama yach. Kalo lagi kondisi kayak gini, dimana pengunjung tidak punya pilihan, tarif sewa mobil utuk ke kawasan Kawah Putih menurut gue mahal banget . Cuma nganter gitu doang, Rp. 100.000 pulang pergi. Hiks.
Perjalanan ke Kawah Putih dimulai. Sesampainya di tepi Kawah Putih, kabut turun dengan cepatnya. Fuih jadi dingin banget. Gue she pake jaket, tapi gue salah kostum untuk celana. Gue pake celana pendek sedengkul. Hiks, dingin banget…………
Karena udah terlalu sore, sekitar pukul setengah tujuh malam, gue, Heidy dan Azwar gak terlalu lama berada di Kawah Putih. Namun tidak akan lupa untuk foto – foto dulu. He..he…
Setelah itu langsung pulang deh menuju kosan di kawasan Dago…fuih hari yang sangat melelahkan, tapi menyenangkan he..he..
Finally, I visited the south of Bandung.